Mantan Panglima TNI Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo Bersama Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman. (Foto: Irwan) |
BANGKA BELITUNG, StasiunBerita – Mantan Panglima TNI Gatot
Nurmantyo mengatakan penusukan terhadap Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan Wiranto harus menjadi warning bagi pemerintah dan
masyarakat agar lebih waspada terhadap ancaman teror.
Nurmantyo mengatakan penusukan terhadap Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan Wiranto harus menjadi warning bagi pemerintah dan
masyarakat agar lebih waspada terhadap ancaman teror.
“Ini seharusnya kita anggap sebagai warning supaya kita lebih waspada.
Ambil positifnya demikian terkait musibah itu. Mari kita berpikiran
positif sambil menunggu keterangan resmi,” ujar Gatot kepada wartawan di
Bangka Belitung, Jumat, 11 Oktober 2019.
Menurut Gatot, pengawalan Wiranto sebagai Menkopolhukam seharusnya
berlapis karena sudah ada prosedur tetap terkait pengamanan pejabat
negara.
“Namanya musibah saya yakin Kapolri dan Panglima TNI akan melakukan
evaluasi, mulai penambahan jumlah personel, sistem dan lain sebagainya.
Nanti bisa ditanyakan ke mereka. Pengawalan harus selalu ada, apalagi
beliau Menkopolhukam harusnya berlapis. Itu protap yang harus
dilakukan,” ujar dia.
Gatot menuturkan dampak yang terasa dari peristiwa tersebut memberikan dampak yang sangat dalam bagi masyarakat luas.
“Jika menteri yang menangani bidang keamanan saja terkena musibah
seperti itu, dampaknya sangat dalam. Mari kita sama-sama jangan
memperkeruh suasana sehingga tidak berdampak negatif,” kata Gatot.
Gatot menambahkan masyarakat perlu mewaspadai berita dan informasi hoaks
yang beredar dengan mengecek terlebih dahulu kebenaran berita dan
informasi yang diterima.
yang beredar dengan mengecek terlebih dahulu kebenaran berita dan
informasi yang diterima.
“Ini zaman membingungkan. Kenapa demikian? Itu karena Indonesia adalah
ibu kota media sosial, karena di seluruh dunia pengguna media sosial itu
paling banyak di Indonesia. Makanya perlu dicek. Kita lihat perang
Vietnam, Irak dan Libya yang terjadi karena hoax,” ujar dia. [tempo.co]