Oleh: M Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan keagamaan
KOLOM PEMBACA, StasiunBerita – BERITA Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani tidak setuju larangan LGBT
mendaftar CPNS di Kejaksaan Agung mengejutkan. Karena muncul
ketidaksetujuan itu datangnya dari petinggi Partai Islam.
Memang belum tentu itu suara partai, akan tetapi karena itu keluar dari
mulut Sekjen Partai bukan kader biasa, lain persoalannya. Sepanjang
Institusi tidak menegur apalagi memberi sanksi, maka wajar masyarakat
menilai sebagai pembenaran.
Ketika ramai Menteri Agama melarang cadar dan celana cingkrang di
Kementriannya sang Sekjen adem ayem saja. Tidak memandang itu
diskriminatif.
Tetapi ketika Kejagung melarang LGBT dia teriak diskriminatif! Sungguh memalukan pemimpin politik model seperti ini.
PPP adalah partai Islam berjiwa amar maruf nahi munkar. LGBT dalam
pandangan agama adalah kemungkaran. Perilaku seksual menyimpang yang
tegas dìlarang agama.
Anggota Komisi III ini membandingkan dengan Amerika negara yang permisif
persoalan LGBT. Inilah ciri betapa lemah pemahaman dan keyakinan
politisi yang “berlabel” Islam. Dia semestinya memahami dengan bahasa
iman tentang pembelaan dan hak hak.
Ini negara Pancasila, negara berketuhananan Yang Maha Esa, negara yang menghormati nilai nilai agama.
Kejaksaan Agung adalah lembaga penegak hukum yang mesti melandaskan diri
pada nilai nilai moral. Dari moral agama apa pun LGBT adalah tidak
normal dan a moral.
Pasal 8 ayat 4 UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI menegaskan:
“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya jaksa senantiasa bertindak
berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma norma keagamaan, kesopanan,
kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai nilai
kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga
kehormatan dan martabat profesinya”.
Nah bagaimana bisa mengindahkan norma norma keagamaan jika yang
bersangkutan menjadi orang yang berperilaku menyimpang dari norma norma
keagamaan.
Oleh karenanya bukan hal yang diskriminatif Kejaksaan Agung membuat aturan larangan LGBT tersebut.
Sebaliknya Pak Sekjen yang “no comment” soal diskriminasi cadar dan
celana cingkrang yang tidak ada pasal UU apapun yang melarang atau
mengaturnya yang lebih pantas disebut sikap diskriminatif!
LGBT adalah penyakit yang bisa menular. Memasukkan dalam instansi apapun
bisa menularkan penyakit. Tugas kita adalah mengobati bukan membiarkan
berkeliaran. Pak Arsul harus faham sebagai anggota dewan, sebagai wakil
rakyat, wakil umat, wakil partai berasaskan Islam.
Bila agama sudah diabaikan, pakai bahasa galaknya Pak Rozi Menag “Keluar dari Indonesia !”. [*]