‘Nenek 77 Tahun Cetak Rekor MURI Sebagai Sarjana Tertua’, kok Bisa?

oleh
oleh
Diana Patricia Pasaribu Hasibuan

StasiunBerita – Usia bukan penghalang seseorang dalam menimba ilmu, siapa saja bisa
menutut ilmu setinggi mungkin dimanapun dan kapanpun tergantung dari
diri sendiri. Hal inilah yang berhasil dilakukan oleh seorang wanita
paruh baya asal Sumatera Utara, Diana Patricia Pasaribu Hasibuan. Di
usianya yang sudah senja ia mampu mengenyam pendidikan
setinggi-tingginya. Nenek Diana sukses meraih gelar Sarjana Filsafat
pada usia 69 tahun, lalu di usia ke-73 tahun ia menyelesaikan program
Master Teologi, dan di usia ke-77 tahun Diana lulus dengan gelar Doktor
dari Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia (STTBI).
Prestasi tersebutlah yang membawa nama Diana masuk ke dalam Museum
Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai “Wanita Sarjana Strata 3 Tertua”.
Sebelumnya Diana juga mendapatkan dua piagam dari MURI sebagai ”Wanita
Sarjana Strata 1 Tertua” usia 69 tahun dan ”Wanita Sarjana Strata 2
Tertua” usia 73 tahun. Penghargaan luar biasa ini diserahkan kepada
Diana pada tahun 2012 silam oleh Senior Manager Muri, Paulus Pangka.
Sangat membanggakan bukan? Tentu saja, namun penghargaan tersebut
didapat penuh dengan perjuangan seorang nenek Diana.
sindonews.com
Di usia tersebut ia harus bisa beradaptasi dengan berbagai hal, mulai
dari lingkungan hingga materi dalam perkuliahannya. Tentu tidak mudah,
namun keinginan yang tinggi di dirinya membuat Diana mampu melalui
segala hal dalam waktu singkat. Diana mengaku semua materi disertasi
untuk kelulusan Doktornya adalah karya sendiri, bukan jiplakan dari
karya tulis orang lain baik sebagian atau seluruhnya. Dia bercerita, ia
pernah membuat disertasi dengan laptop, namun karena tidak familiar
menggunakannya ketikan tersebut hilang sebanyak 24 halaman. Diana tidak
patah semangat, akhirnya ia lanjut menggunakan mesin ketik untuk
menyelesaikan disertasinya berjumlah 323 halaman itu.
Selama masa perkuliahan, Diana pun bercerita dalam acara talkshow ‘Kick
Andy’ tentang sedikit cek-coknya dengan sang suami, Mangantar Cornelius
Hasibuan. “Saya disuruh naik angkot dan menunjukkan kartu mahasiswa
supaya ongkos pulangnya tidak disamakan seperti penumpang umum
lainnya,” kata Diana.

“Namun ketika dirinya turun dan membayar ongkos
angkutan sebanyak Rp 500, kondektur angkot justru marah-marah meskipun
dia sudah menunjukkan kartu mahasiswa. Sepulangnya ke rumah, Diana
protes kepada sang suami karena saran yang diberikan membuatnya
bertengkar dengan kondektur angkot.

Kini, wanita kelahiran Laguboti, Tapanuli Utara tersebut berprofesi
sebagai seorang dosen di salah satu Universtias mengajar dua mata
kuliah, yaitu “Pengantar Perjanjian Lama” dan “Filsafat Pendidikan”.
Sangat menginspirasi bukan?. [*]

    No More Posts Available.

    No more pages to load.