“Pemberlakuan normal baru (new normal) dengan kedisiplinan yang longgar dikhawatirkan dapat membuat penyebaran virus lebih parah karena dibukanya pusat kegiatan publik,” ujar Jimly dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (31/5/2020).
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menilai, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saja masih belum bisa dilaksanakan secara konsisten.
Jimly mengatakan, jika mengacu pada standar Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO), Indonesia masih pada tahap kondisi penyebaran virus yang meningkat. Sementara sampai saat ini, obat untuk penyakit menular virus corona 2019 (Corona Virus Disease 2019/ COVID-19) belum juga ditemukan.
Untuk itu, melalui ICMI, Jimly menyerukan kepada Pemerintah agar tidak terburu-buru menerapkan normal baru.
“Mengingat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saja masih belum dilaksanakan secara konsisten, baik dari penegakannya maupun kedisiplinan masyarakat, pemberlakuan new normal masih perlu waktu,” ujar Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Sebelum menerapkan normal baru, pemerintah perlu terlebih dulu memfasilitasi Lembaga Penelitian agar mampu mengidentifikasi jenis virus di wilayah Indonesia dan mengupayakan semaksimal mungkin menghasilkan vaksin sendiri.
ICMI mendorong agar fasilitas memadai dapat diberikan bagi seluruh tenaga kesehatan dalam menangani pandemi COVID-19.
Kemudian, ICMI meminta pemerintah melakukan normal baru secara bertahap sesuai kondisi daerah terkena dampak COVID-19, dimulai dari daerah zona hijau dengan tetap memberlakukan PSBB secara konsisten.
Menurut Jimly, perlu juga diadakan sosialisasi konsep, model, maksud dan tujuan normal baru sehingga pemerintah memiliki pertimbangan dan perhitungan yang cermat dan terukur mengenai pemberlakuan new normal.
“Jangan sampai justru menimbulkan masalah baru, dengan penyebaran Covid-19 yang makin tak terkendali,” kata Jimly.